Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah
yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak kenal
kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan salah satu
dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut
rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya
ditangkap.
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran
Lampadang, Aceh, tahun 1850, ini sampai akhir hayatnya teguh
memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini,
juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami
pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang
kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.
Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.
Ketika Lampadang, tanah kelahirannya,
diduduki Belanda pada bulan Desember 1875, Cut Nyak Dien terpaksa
mengungsi dan berpisah dengan ayah serta suaminya yang masih melanjutkan
perjuangan. Perpisahan dengan sang suami, Teuku Ibrahim Lamnga, yang
dianggap sementara itu ternyata menjadi perpisahan untuk selamanya. Cut
Nyak Dien yang menikah ketika masih berusia muda, begitu cepat sudah
ditinggal mati sang suami yang gugur dalam pertempuran dengan pasukan
Belanda di Gle Tarum bulan Juni 1878.
Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak
Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan dan
kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih berusia 28 tahun
itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus bersumpah
hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut
balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya, dengan dibantu para
pasukannya, dia terus melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda.
Dua tahun setelah kematian suami
pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah lagi
dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Sumpahnya yang hanya akan menikah
dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas kematian suami
pertamanya benar-benar ditepati. Teuku Umar adalah seorang pejuang
kemerdekaan yang terkenal banyak mendatangkan kerugian bagi pihak
Belanda. Teuku Umar telah dinobatkan oleh negara sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional.
Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar
terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak taktik. Pada tahun 1893,
pernah berpura-pura melakukan kerja sama dengan Belanda hanya untuk
memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Setelah tiga tahun
berpura-pura bekerja sama, Teuku Umar malah berbalik memerangi Belanda.
Tapi dalam satu pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899,
Teuku Umar gugur.
Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Tapi
walaupun tanpa dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah
surut, dia terus melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh.
Dia seorang pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah.
Tidak mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai
sekalipun.
Perlawanannya yang dilakukan secara
bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan
pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu
berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.
Tapi seiring dengan bertambahnya usia,
Cut Nyak Dien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai
penyakit orang tua seperti encok pun mulai menyerang. Di samping itu
jumlah pasukannya pun semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang
semakin sulit memperoleh makanan.
Melihat keadaan yang demikian, anak buah
Cut Nyak Dien merasa kasihan kepadanya walaupun sebenarnya semangatnya
masih tetap menggelora. Atas dasar kasihan itu, seorang panglima perang
dan kepercayaannya yang bernama Pang Laot, tanpa sepengetahuannya
berinisiatif menghubungi pihak Belanda, dengan maksud agar Cut Nyak Dien
bisa menjalani hari tua dengan sedikit tenteram walaupun dalam
pengawasan Belanda. Dan pasukan Belanda pun menangkapnya.
Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien
sehingga ketika sudah terkepung dan hendak ditangkap pun dia masih
sempat mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. Pasukan
Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya. Dia
lalu ditawan dan dibawa ke Banda Aceh.
Tapi walaupun di dalam tawanan, dia
masih terus melakukan kontak atau hubungan dengan para pejuang yang
belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang
sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat
pembuangan itulah akhirnya dia meninggal dunia pada tanggal 6 Nopember
1908, dan dimakamkan di sana.
Perjuangan dan pengorbanan yang tidak
mengenal lelah didorong karena kecintaan pada bangsanya menjadi contoh
dan teladan bagi generasi berikutnya. Atas perjuangan dan pengorbanannya
yang begitu besar kepada negara, Cut Nyak Dien dinobatkan menjadi
Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Penobatan tersebut dikuatkan dengan SK
Presiden RI No.106 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.
Posting Komentar